RSS

“Hei Diam! Monyong Kamu!”

06 Jan
ilustrasi/beritasatu.com

ilustrasi/beritasatu.com

“Hei Diam! Monyong Kamu!” bagaimana rasanya kalau teriakan seperti itu ditujukan kepada kalian, di depan orang banyak? Rasanya pasti keki berat, malu dan entah sejuta perasaan apa lagi.

Tapi saya tidak peduli dengan perasaan orang yang diteriaki itu, pada satu sore ketika saya menyaksikannya secara langsung. Siapakah dia yang bernasib apes itu?

Diaaa adalaaaaahhh… *suara drum menjelang pengumuman lomba* salah satu sopir metromini 75 Pasar Minggu – Blok M! Yeeeaahhh sukuriiinnn!! Hahahaha..

Jadi begini ceritanya, sore itu saya bergegas menuju Stasiun Gambir sepulang kantor. Hujan lebat dan angin kencang menerpa ketika saya mulai jalan. Tapi saya harus berangkat saat itu juga karena kalau tidak, bisa-bisa saya ketinggalan kereta ke Bandung.

Sebenarnya dari depan kantor bisa saja saya naik kopaja sekali sampai ke Gambir. Namun saya parno terjebak macet karena sejak tiga hari sebelumnya, hujan yang terus mengguyur menciptakan kemacetan parah. Daripada terlambat, saya memilih naik kereta dari Stasiun Pasar Minggu. Untuk ke stasiun Pasar Minggu itu, saya harus naik metromini 75 dahulu.

Nah, sopir metromini ini, memang (kebanyakan ya) menyebalkan. Bagi yang sering naik 75 hendak ke Stasiun Pasar Minggu, pasti sering mengalami ini: diturunkan bukan di tempat tujuan yakni di depan toko Ramayana yang masih harus jalan sekitar 10 menit lagi ke stasiun.

Ini sangat sangat menyebalkan, membayar penuh tapi masih harus jalan jauh juga. Mana hujan deras, belum lagi melewati pasar tumpah dan kendaraannya itu yang ampuuunn deh semrawut.

Begitu juga dengan si sopir metromini 75 yang saya naiki saat itu. Kumat lah kebiasaannya. Sampai di depan Ramayana dengan seenaknya dia bilang: “abis.. abis.. sampe sini aja.. turun turun!” kampretos banget kan.

Saya hendak beranjak meski enggan. Gembolan di punggung lumayan berat nih, mau cabcus backpackeran kan ceritanya 😀 “Kebiasaan banget sih bang,” saya hanya mampu ngedumel. Tidak mengubah apapun.

Tiba-tiba, terdengar teriakan keras. “Heh, apa-apaan? Hujan ini, teruskan sampai ke sana. Enak saja kau main turun-turunkan penumpang.”. Suaranya menggelegar, seketika semua orang di metromini menoleh kepada si pemilik suara.

Rupanya seorang bapak setengah botak, bertampang mirip aktor El Manik (tau kan?) memasang muka garang kepada kernet maupun si sopir. “Macet pak, kita mau muter balik disini,” bela si kernet. Sementara si sopir entah bicara apa, tidak jelas bicaranya.

“Kalian ini, kalau gak ada penumpang nyari-nyari. Giliran penumpang naik, haknya gak dipenuhi,” bentak suara lainnya. Rupanya seorang ibu di samping pak El Manik (sebut saja begitu). Perkiraan saya sih, ibu ini adalah istrinya si bapak botak.

Saya dan penumpang lain yang semula pasrah hendak turun pun, akhirnya diam. Sejujurnya, saya dan mungkin penumpang lain menaruh harapan pada pak El Manik. Beberapa penumpang jadi berani berbicara keras.

“Woy ini hujan deres bang, banjir juga. Masa kita disuruh jalan lagi,” kata seorang mas-mas berkaus gambar band Noah. Penumpang lain manggut-manggut, menggerutu, menciptakan suara-suara tidak jelas.

Si sopir ini, masih berusaha untuk tetap pada pendiriannya. Dia diam saja, tidak menjalankan kemudi. Pak El Manik pun berteriak lagi, “Hei, jalan! Ngapain berhenti disini! Semuanya jangan ada yang turun. Biar si monyong ini antar kita ke tujuan,” serunya.

Logatnya seperti orang Makasar atau daerah-daerah seberang begitulah. Suaranya cetarr.. sepertinya sangat terlatih menjadi pemimpin orasi mahasiswa di masa mudanya. Ditambah tampangnya yang sangar, si kernet pun kali ini sepertinya ciut nyali.

Kesal perintahnya tidak didengar, pak El Manik pun berjalan ke depan mendekati sopir. “Kenapa kau dek? Kenapa diam saja? Jalan, tunggu apa?,” bentaknya lagi. Suasana tegang, si sopir masih diam. Si pak El Manik pun tidak beranjak, masih berdiri di samping sopir, memelototinya.

Suasana jadi tegang, mirip adegan pembajakan di pesawat atau kereta (kaya di film-film gitu). Saya deg-degan juga. Bagaimana kalau sampai terjadi baku hantam diantara keduanya? Si bapak tampak berkacak pinggang.

Tak berapa lama, brummm.. Mesin dihidupkan kembali. Metromini pun berjalan. Si sopir meski ogah-ogahan akhirnya mengikuti perkataan pak El Manik. Setelah perintahnya dituruti, pak El Manik pun kembali ke tempat duduknya.

Saya perhatikan, seketika raut wajah penumpang berubah ceria, bersemu merah jambu, ada juga yang tersenyum malu-malu (apa sih). Sambil metromini melaju, si istri pak El Manik ngomong gini, “Penumpang juga harus berani protes. Jangan mau diturunkan gitu aja.”

Ehhh dasar si sopir nyebelin, dia dari depan jawab, “Yelah bu, ini udah masuk pasar. Ngomong aje.” Mampus, dia langsung didamprat sama pak El Manik, “Hei diam! Monyong kamu! Kamu Monyong! Jawabin orangtua. Nyopir aja yang bener, bawa kendaraan ugal-ugalan seperti bawa barang. Mau enaknya aja lagi kamu!.”

Kata monyongnya itu diulangnya berkali-kali. Saya jadi penasaran, apakah memang benar si sopir monyong? Saya berusaha mencermati wajahnya dari cermin di atas kepala sopir yang menghadap penumpang. Tapi nihil, tidak terlihat tingkat kemonyongan bibirnya. Sudahlah.. (Gak penting).

Si sopir pun seketika terdiam. Pasti rasanya seperti gondok berpuluh kilogram menggelayut di lehernya!! Bwahahahahaahaha.. Rasanya saya ingin terbahak. Baru kali ini saya temui penumpang seberani itu!

Tiba di tujuan, sebelum turun, saya yang berada dua bangku dari pak El Manik dan istri menyempatkan untuk berterimakasih. “Bapak ibu, makasih yaa..” Si bapak menjawab, “Ya, sama-sama dek hati-hati”.

Penumpang lain pun ikut melakukan hal yang sama. Malah si mas-mas berkaus Noah itu mengacungkan kedua jempolnya untuk pak El Manik. Hahahaha momen yang absurd tapi berkesan.

Kami semua memang patut berterimakasih atas keberanian si bapak. Selama ini, biasanya penumpang hanya ngedumel dan akhirnya pasrah diturunkan di tengah jalan, termasuk saya. Saya tidak punya keberanian bersikukuh seperti itu.

Moral of storynya: beranilah memperjuangkan apa yang menjadi hakmu sekecil apapun itu. Tapi, kebanyakan dari kita gak berani melakukannya. Berani gak? 😀

Untuk sopir metromini, selamat yeee.. Rasain lo! Masih untung lo gak sampai dikunyah pak El Manik! Hahahahah

 
6 Komentar

Ditulis oleh pada Januari 6, 2013 inci Daily Life

 

6 responses to ““Hei Diam! Monyong Kamu!”

  1. wahyu

    Januari 7, 2013 at 9:14 am

    Keren Ka’ …. Tulisannya bukan hanya membuat merasa terbawa suasana, tapi juga seperti ikut menjadi tokoh dicerita.

    Suka

     
  2. nisbroth

    Januari 7, 2013 at 10:41 am

    makasiiyy.. mksdnya lo serasa jadi sopir metromininya ya? khekhekhekhe :-p

    Suka

     
  3. RikaNova

    Maret 3, 2013 at 3:12 pm

    LOL! Langsung pingin kecup si-bapak-el-manik-tapi-bukan.

    Suka

     
  4. nisbroth

    Maret 3, 2013 at 5:11 pm

    @RikaNova kecup balik dr ‘pak el-manik’ plus kumis2nya.:D

    Suka

     
  5. rommonz

    April 23, 2013 at 12:19 am

    Manteb, berasa gw ada di metromini itu nis *jadi sopirnya

    Suka

     
  6. nisbroth

    April 23, 2013 at 12:37 am

    @rommonz heeeehhh gw kirain siapaaa? hahahah ktemu jg kita di blog. mang cocok lu, jd mamang metromini hihihihks.. salam peluk cium buat rika & gege yaaaa 😉

    Suka

     

Tinggalkan komentar