RSS

Melodi Menuju ‘Jakarta’

26 Mei

(gettyimage)

Petikan gitar terdengar mengawali sebuah pementasan kecil. Tak lama kemudian suara terompet menyambut. Melodi pun tercipta dari perpaduan keduanya. Terasa nyaman di indera pendengaran, meski saya tidak tahu lagu apa yang sedang dimainkan.

Penasaran, saya yang semula tengah menekuni koran pun menoleh mencari sumber nada. Tampak dua pengamen pria, si pemetik gitar dan peniup terompet, sedang asyik berkolaborasi.

Lama kelamaan, saya mulai mengenali lagunya.”Eh, ini kan Dave Koz!,” pikiran saya merujuk pada salah satu karya sang pemain saxophone ternama yang ganteng itu. Tapi saya tak tahu apa judulnya. Karena Dave Koz menyajikan musik instrumental, saya sulit menghafal judul karyanya. Tidak seperti karya lagu yang dinyanyikan, biasanya saya mendapat clue judulnya dengan menyimak liriknya.

Dave Koz (wikipedia)

Oke, kembali lagi ke si pemetik gitar dan peniup terompet. Saya tidak tahu cara menggambarkan permainan mereka. Tapi saya bilang: bagus, apik dan memukau. Mendengarkannya serasa menyaksikan salah satu stage di Java Jazz Festival, sungguh! Padahal, saat itu saya berada di gerbong Kereta Rel Listrik (KRL) AC Ekonomi di stasiun Bogor yang menunggu keberangkatan ke arah Jakarta. Lagu ini juga mengingatkan saya dengan toko buku Gramedia 😛 Karena di tempat ini biasanya telinga pengunjung dimanjakan dengan karya-karya Dave Koz dan Kenny G ketika asyik membaca buku.

Hmmm… kurang lebih rasanya hampir sama dengan mendengarkan permainan asli Dave Koz melalui pemutar MP3 di ponsel saya. Bedanya, karya asli yang dibawakan Dave Koz lebih kaya bunyi. Seingat pendengaran saya, selain petikan gitar, ada dentingan piano, dentuman drum dan irama perkusi yang mengiringi permainan saxophone sebagai ‘si bintang utama’ di lagu itu.

Oh ya, tiba-tiba saya jadi ingat untuk mencari tahu judulnya dalam list MP3 di ponsel. Tak perlu waktu lama untuk mengetahuinya, karena dari 268 lagu di list, hanya ada tiga lagu milik Dave Koz. Daaan aha! Judulnya ‘Together Again’ pemirsa! Huhuhuhu.. Senang mengetahuinya, serasa bisa menebak pertanyaan dalam sebuah acara kuis dan mendapatkan poin!

Saya perhatikan sekeliling, seisi gerbong tampaknya menikmati permainan mereka. Kesimpulan ini saya dapatkan setelah melihat gerakan-gerakan kecil kaki dan jemari tangan para penumpang yang seirama dengan alunan lagu. Mereka ikut larut meski malu-malu memperlihatkannya. Ya, saya percaya bahwa musik adalah bahasa universal. Meski mungkin tidak semua orang tahu lagu tersebut, namun iramanya yang enak didengar mampu mengundang setiap yang mendengarkan bersatu dalam harmoni.

Bagi saya sendiri, nada-nada yang tercipta memunculkan kegembiraan aneh di pagi itu, dan ini bukan pertama kalinya. Aneh, karena saya sendiri tidak tahu mengapa dengan mendengarkannya hati menjadi riang. Saya jadi membayangkan sedang menari-nari dan berdansa di gerbong itu, ada taburan bunga dari atas, dan angin dari pintu gerbong yang terbuka menerpa lembut gaun saya yang berkilauan hahahaha..

Eh, sebenarnya saya tidak yakin nama alat musik yang dimainkan si peniup terompet. Bentuknya panjang, langsing dan dicat hitam. Di beberapa bagian terdapat garis dan tombol yang disepuh warna emas. Bentuk alat musik yang saya lihat ini lebih mirip terompet tahun baru. Yang jelas, ini alat musik tiup. Suara yang dihasilkan sama dengan saxophone yang dimainkan Dave Koz. Tapi ini bukan saxophone! Yang saya tahu, saxophone biasanya bersepuh emas. Jika dilihat, bentuknya hampir seperti huruf ‘S’. Ujung yang ditiup lebih ramping dan di bagian bawah yang menghasilkan suara lebih melebar. Hmmm mirip seperti tanaman kantong semar! Ya, begitulah kira-kira…

Ah, sudahlah. Anggap saja itu terompet, sejak awal saya sudah menamai tokohnya si pemetik gitar dan peniup terompet kan? Nah, mari kita bicarakan lagi permainan kedua penghibur ini. Usai memainkan irama bernada gembira dari Dave Koz sekitar tiga menit, mereka berhenti sejenak. Si pemetik gitar memberi kode melalui nada dasar yang mulai dimainkan. Teman duetnya, si peniup terompet sepertinya paham dan dijawabnya kode tersebut dengan anggukan kepala.

Jreeeeng… petikan gitar kembali terdengar memulai nada dasar G. Sebenarnya sih saya kira-kira saja, kedengarannya sih seperti G hahahaha.. Kali ini, si pemetik gitar tampak bersiap melantunkan lagu. Benar saja, setelah dua kali mengulang nada pembuka, dia mulai bersuara dan terlantunlah “Whenever I’m weary.. from the battles that rage in my head..” Waaaaaw enak nih lagu! Sedikit sombong nih, tahu tidak? Saya hampir selalu bisa menebak lagu, judul, penyanyi, tau liriknya atau minimal kenal dengan nadanya. Ya, itulah salah satu keahlian saya! Hahahaha.. Otak ini langsung bereaksi. Tentu saja saya tahu lagu ini: Now and Forever milik Richard Marx! Huhuhuuhu… Jadi agak mellow sih dibuatnya, tapi tidak melunturkan kekaguman saya pada dua penghibur itu.

Si pemetik gitar keren juga suaranya. Lembut, namun di beberapa bagian yang bernada tinggi agak serak. Pada nada panjang dia berimprovisasi dan menyertakan vibra yang pass.. tidak berlebihan. Duh.. meleleh deh hati saya.. Penampilannya menjadi kian sempurna dengan irama terompet mengiringinya. Beberapa penumpang tampaknya tahu lagu ini. Mulut mereka bergerak kecil ikut bernyanyi. Saya pun demikian, “Now and forever… I will be your man…” lirih saya sambil lekat memperhatikan kedua pengamen itu.

Merasa diperhatikan, dua pengamen itu, sambil tetap bermain, sekilas balas menatap saya, tersenyum, kemudian mendekat. Saya tidak heran menerima perlakuan ‘istimewa’ seperti ini. Selama kurang lebih delapan tahun menjadi ‘pengamat’ pengamen di kereta, saya tahu bahwa inilah cara para penghibur itu menunjukkan penghargaan kepada pendengar yang mengapresiasi mereka.

Lagu kedua pun usai. Yaaah… kecewa saya. Andai pada saat itu saya berada  di sebuah konser, saya mungkin akan meneriakkan: “We want more.. We want more..” Yah, tapi itu sebatas khayalan saya saja :p Sebagai salam perpisahan, si peniup terompet tetap memainkan nada, mengiringi si pemetik gitar yang berpamitan sambil menyodorkan kantong plastik. Ini dia satu lagi yang menarik dan tak pernah luput dari perhatian saya. Jika pengamen dinilai sangat bagus dan menghibur, otomatis akan ada banyak orang yang memasukkan uang ke kantong yang disodorkan. Para pendengar tak ragu memberi ‘hadiah’ dengan nominal cukup besar, rata-rata Rp 1.000 atau Rp 2.000. Dan inilah yang diterima kedua pengamen itu. Good job!

Tepat ketika si pemetik gitar menerima pemberian terakhir dari seorang penumpang, petugas stasiun melalui pengeras suara mengumumkan kereta siap berangkat menuju stasiun Jakarta Kota. Si peniup terompet buru-buru menyudahi dan beranjak keluar. Nyaris dia terjepit saat pintu perlahan menutup otomatis! Fiuuuuh… Saat kereta perlahan melaju, dari balik jendela, penglihatan saya sempat merekam tawa keduanya, seolah merayakan sebuah keberhasilan.

Mengesankan! Bagi saya, bertemu dengan pengamen-pengamen seperti ini, di gerbong kereta, adalah sebuah kejutan yang menyenangkan. Menyaksikan mereka kerap memberi energi positif dalam diri saya. Seperti yang saya bilang sebelumnya, perasaan jadi gembira, seolah mendapat suntikan semangat baru. Tubuh pun menjadi rileks dan segar. Memang agak lain ceritanya kalau lagu mellow yang dimainkan. Terkadang saya ikut terhanyut, seperti ikut merasakan patah hati! Hihihihi tapi tak jarang juga membuat saya menerawang dan tiba-tiba menemukan inspirasi!

Yah, dengan segala permasalahan dan ketidakberesannya, KRL bagi saya tetaplah menyimpan keindahan 😀 Salah satunya ketika menemukan para penghibur ini. Sudah banyak pemain melodi yang menakjubkan yang saya temui di gerbong KRL. Selain pemetik gitar dan peniup terompet, ada pemain biola, piano, bas, drum, harmonika, akordeon dan masih banyak lagi. Jika beruntung, kita bisa menyaksikan mereka memainkan beragam lagu. Mulai dari tembang lawas milik The Beatles, Koes Plus, Mr. Big, Vina Panduwinata, Firehouse dan Iwan Fals. Hingga lagu-lagu milik ‘generasi muda’ seperti Ungu, Afghan, Maroon 5, Ari Laso, Michael Buble, Naif, Jason Mraz, Sandy Sandhoro dan masih banyak lagi.

Andai gerbong ini adalah ajang pencarian bakat dan saya menjadi jurinya, kepada para pemain melodi yang memukau ini saya akan katakan: Selamat, kamu lanjut ke Jakarta!” 😀

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Mei 26, 2011 inci Street

 

Tag: , , , ,

Tinggalkan komentar